Mivo TV

Jumat, 04 Desember 2009

EDUKASI DALAM SHALAT


EDUKASI DALAM SHALAT
Oleh : Irawan
Guru MIN Kota Sigli

A. Pengertian
Edukasi dalam Shalat terdiri atas dua suku kata yang mempunyai pengertian yang berbeda yaitu edukasi dan shalat.
Edukasi adalah pengetahuan atau pendidikan sedangkan shalat terbagi atas dua pengertian baik secara bahasa maupun istilah, Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, do'a. Sedangkan menurut istilah shalat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

B. Shalat Suatu Potensi yang Terabaikan
Shalat adalah sarana yang paling efektif untuk menyegarkan jasmani dan menenangkan jiwa. Masalahnya, shalat yang dilaksanakan oleh kebanyakan kaum muslimin belum sebagaimana mestinya. Orang yang sehabis melaksanakan shalat seolah-olah tidak memperoleh kesan apa-apa. Antara sebelum dan sesudah shalat tidak ada bedanya. Bahkan antara orang yang shalat dan yang tidak juga mirip-mirip saja.
Itulah barangkali yang menyebabkan orang tidak lagi tertarik mengkaji manfaat shalat, kecuali sebatas kewajiban yang harus ditunaikan saja. Ini tantangan yang mesti kita jawab. Bukan dengan banyak-banyakan argumentasi. Bukan dengan adu konsep dan dalil yang mendetail. Kita perlu bukti. Hanya dengan bukti nyata, baru orang akan melirik kembali potensi shalat yang selama ini ditelantarkan ummatnya.
Soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Ada jaminan yang pasti bahwa orang yang benar dalam shalatnya bakal memperoleh ketenangan ini. Allah berfirman:

Terjemahan : "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku."(Qs. Thaha: 14) "


(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (Qs. Ar-Ra'du: 28)
Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan.
Mendirikan shalat beda dengan sekadar melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah "aqim" yang berarti dirikan, tegakkan, luruskan. Kenyataannya tidak demikian, banyak di antara kaum muslimin yang melaksanakan shalat tapi tidak menegakkannya. Bagi mereka yang penting shalat, kewajiban gugur lepas dari ancaman siksa, dan menunggu pahala, cukup. Andai saja ada sensus tentang pelaksanaan shalat ini, maka dapat dipastikan bahwa bagian terbesar ummat Islam adalah hannya mendapat predikat ,cukup hannya ini yang layak didapatkan.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Sayang belum banyak pemimpin dan ulama yang menganggap perlu menjelaskannya kepada ummat kajian masalah shalat, yang lebih parah lagi bila mereka berhenti mengkaji hanya pada masalah-masalah khilafiyah. Bukan untuk mencari penyelesaian, akan tapi malah memperlebar jarak perbedaan, mempertajam pertentangan, dan merusak kesatuan.
Kenapa kajian kita terhadap masalah-masalah ibadah, khususnya shalat, tidak kita perlebar dan perdalam hingga menyentuh pokok-pokok pesan dan inti persoalan? Kenapa hanya sebatas kulit, tidak sampai pada daging dan tulangnya? Dan bila perlu sampai kepada susumnya. Dan demikian juga yang sangat disayangkan pelajaran di sekolah yang menjelaskan tentang shalat tidak lebih dari pengulangan, bukan pendalaman, tapi hannya sebatas pada pelajaran, bukan penghayatan. Falsafah shalat, yang semestinya diberikan ternyata tidak, hingga kaum muslimin menjalankan ibadahnya hannya sebatas sebagai tradisi saja tidak lebih dari pada itu.
Jika pelaksanaan shalat sudah semata-mata berdasar tradisi, berarti shalat itu kosong tanpa isi, ibarat tubuh tanpa nyawa, ibarat bungkus tanpa isi. Apa artinya shalat yang demikian? Dalam hal ini Rasulullah menjawab melalui sabdanya: "Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capek dan payah saja." (HR. Ibnu Majah).
Ada sebuah artikel di http://pakdhedullah.blogspot.com yang menceritkan tentang pengalamannya dalam shalat, bahkan dulunya dia sering meninggalkan shalat karena dia sibuk untuk mencari uang siang dan malam bahkan dia membuat sebuah komitmen untuk memacunya SESUAP NASI SEGENGGAM BERLIANmencari uang kalau hannya sesuap nasi itu gampang akan tetapi segenggam berlian itu yang berat dan harus banting tulang, hasilnya pekerjaannya banyak dan uang setiap saat didapatkan bahkan melimpah ruah, akan tetapi shalat tidak pernah, sebanyak apapun harta yang di peroleh selalu ada saja hal-hal yang membuat hartanya setiap saat berkurang, baik itu dicuri ataupun hilang, dia merasa bahwa dia selama ini salah terhadap Allah dan dia bertekat untuk mencari jalan Allah, karena dia hidup dilingkungan keluarga yang kurang memahami agama, sehingga ia bertekat untuk melaksanakan shalat dan dianya menunaikan ibadah haji, sepulannga dari haji ia harus memiliki moto hidup sehinnga diciptakan suatu moto hidup SHALATKU ADALAH KESEHATANKU DAN REJEKIKU, shalat membuat hidupnya teratur, seperti terjadwal, dan shadaqah membuat hartanya berkah dan merasa terpenuhi lahir dan batin.
Dari perihal di atas dapat kita menarik kesimpulan bahwa shalat itu jangan semata suatu kewajiban akan tetapi shalat itu dijadikan sebagai kebutuhan kita yang harus kita persiapkan untuk menghadpa Allah SWT
C. Tingkatan-tingkatan orang dalam Shalat
Tingkatan dalam mengerjakan ibadah shalat hampir sama halnya seperti tingkatan dalam mengerjakan ibadah puasa, adapun tingkatan shalat adalah sebagai berikut :
1. Shalat orang jahil
Sholat orang jahil ialah shalat yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki edukasi tentang shalat. Dia tidak tahu tentang rukun dan sunat dalam shalat serta shalat tanpa peraturan yang telah ditetapkan syariat. Karena itu sejak awal shalatnya tidak diterima bahkan ia berdosa karena tidak belajar tentang ilmu shalat.
2. Shalat orang lalai
Sholat orang lalai ialah shalat yang walaupun sempurna lahirnya tetapi hatinya sama sekali tidak ikut dalam shalat. Bermacam-macam hal yang diingat sewaktu berdiri, rukuk, sujud dan duduk dalam sholat itu. Dari awal hingga akhir sholatnya, sedikit pun tidak ingat Allah. sholat seperti itu akan dianggap sebagai dosa bukannya mendapat pahala. Allah berfirman dalam surat Al-Maa’un: 4 dan 5
      

Terjemahannya : Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya (Al-Maa’un: 4 dan 5).

3. Shalat orang setengah lalai dan setengah khusyu’
Shalat yang ketiga ialah sholat yang di dalamnya terjadi tarik-menarik dengan syaitan. Artinya orang itu selalu merasakan bila syaitan mulai membuat dirinya lalai dari mengingat Allah. Cepat-cepat dikembalikan ingatannya pada Allah. Begitulah seterusnya terjadi hingga akhir shalat. Ada waktu lalai dan ada waktu khusyuk. sholat seperti itu tidak berdosa dan tidak juga berpahala, tetapi dimaafkan oleh Allah.

4. sholat orang khusyuk.

Kita sering mengasosiakan khusyu’ dengan kontemplasi, semedi atau meditasi yang biasa dilakukan dalam praktek ritual agama lain. Kita menjadi lupa untuk menggali bagaimana Al Qur’an menjelaskan mengenai khusyu’ itu.
    •        •      
Terjemahannya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Sholat orang khusyuk ialah sholat orang yang terus mengingat Allah di sepanjang sholatnya serta memahami apa yang dibacanya dalam shalat. Orang itu dapat merasakan bahwa dia sedang menghadap Allah. Perhatiannya hanya kepada Allah. Bagi orang tersebut, shalatnya berarti menunaikan janji kepada Allah, memohon ampun kepada Allah, mengharap kepada Allah, dan mengagungkan Allah. Shalat seperti itulah yang akan menghapuskan dosa, memperbaharui ikrar (yang pernah diucapkan di alam ruh), menguatkan iman, mendekatkan hati kita kepada Allah, meningkatkan takwa dan mengelakkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Itulah keuntungan di dunia.
Dan di akhirat Allah akan menganugerahkan pahala syurga yang penuh kenikmatan. Itulah ruh shalat. Secara ekstrem dapat dikatakan, apa artinya shalat tanpa khusyu'? Apa manfaat shalat yang demikian? Malah dapat dikatakan bahwa yang lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, tapi gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun juga.
5. Shalat Nabi dan Rasul

Sholat yang kelima ialah tingkat tertinggi yaitu sholat para Nabi dan Rasul. Mereka itu khusyuknya luar biasa. Mereka benar-benar melihat Allah dengan mata hati. Dalam sholat, mereka seakan-akan sedang bercakap-cakap dengan Allah. Sebab itu mereka tidak pernah jemu melakukan sholat. Sebagaimana indahnya perasaaan hati orang yang dapat bertemu kekasihnya, begitulah indahnya perasaan mereka itu dalam sholat.
Salah satu perkara utama yang disukai oleh Rasulullah SAW adalah shalat. "Shalat penyejuk mataku," sabda Rasulullah. Syurga yang akan Allah anugerahkan pada mereka adalah syurga tertinggi yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang awam seperti kita. Jadi tugas kita sekarang ialah memperbaiki shalat kita sekaligus memperbanyaknya. Untuk itu sekali lagi kita mesti mujahadah. Hanya dengan mujahadah kita dapat meningkatkan iman dan memperbanyak amal shaleh. Serta hanya dengan iman dan amal shaleh saja kita akan dapat membangun dan menghias rumah kita di akhirat nanti.
Itulah barangkali rahasia, kenapa ummat Islam tidak sukses, padahal mereka telah menjalankan shalat. Semestinya tidak demikian. Andai saja mereka melaksanakan shalat sesuai dengan tuntunan Islam, kemenangan mesti diperolehnya. Allah sendiri berjanji,
         
Terjemahan :"Sungguh telah beruntung orang-orang beriman. Yaitu mereka yang khusyu' dalam shalatnya." (Qs. Al-Mu'minuun: 1-2)
Rasanya tidak terlalu sulit dipahami jika orang yang sering komunikasinya dengan Allah --melalui shalat sebagai sarananya berhasil mencapai kemenangan dan keberhasilan di berbagai sektor kehidupan. Sebab, siapa lagi yang merupakan sumber energi dari semua bentuk kekuatan kalau bukan Allah swt.
Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan sumber kekuatan itu, maka dengan sendirinya kita pasti lincah bergerak, dan tentu saja juga kuat. Dari sana kemenangan pasti didapat. Karenanya tidak salah bila redaksi adzan itu didahului dengan ajakan shalat (hayya alash-shalaah), kemudian disusul dengan ajakan untuk menang (hayya alalfalaah). Memang demikian seharusnya. Shalat kemudian menang.
Rahasia kemenangan itu terletak pada kedekatan kita dengan Allah. Jika kita sudah dekat, artinya komunikasi kita secara vertikal lancar tak tersumbat, melalui shalat wajib dan sunnah, maka kemenangan itu pasti didapat. Allah pasti membantu hamba-Nya yang dikasihi. Masalahnya, sudahkah ada jaminan bahwa kita telah menjadi kekasih-Nya?
Alangkah hebatnya potensi ibadah, khususnya shalat ini. Sayang ummat Islam belum menggalinya sebagai suatu pelajaran yang siap disajikan di kelas, sebagai praktek yang dapat dilaksanakan di lapangan, dan sebagai satu bukti yang dapat dilihat dan disaksikan pengaruh dan dampaknya.
Andaikata shalat ini dikaji secara intensif, dipraktekan sesuai sunnah Nabi di dalam menyedot kekuatan-kekuatan yang dijanjikan Allah, pasti sudah lama nasib ummat Islam tidak seperti ini.
Terus terang kita khawatir jika potensi shalat diabaikan oleh ummat Islam, kemudian mereka memandang bahwa shalat tidak memiliki arti lagi dalam kehidupan sehari-hari, maka bencana akan datang menimpa. Bukan bencana alam, tapi bencana agama. Mereka tidak mau lagi melirik shalat untuk menenangkan jiwanya, tapi sudah menggunakan cara-cara yang lain. Mereka mencari terapi yang lain untuk mencegah fakhsa' dan munkar, dengan cara yang tidak diajarkan agama.
Jika shalat sudah tidak dipandang sebagai sesuatu yang potensial lagi, lalu di mana letak keislaman kita? Bukankah shalat sebagai tiang agama? Kalau tiang itu sudah kita anggap tidak bisa lagi menyangga bangunan yang ada, maka bangunan apa yang bisa kita dirikan disana?
"Pokok urusan itu Islam, sedang tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad fi sabilillah." (HR. Ahmad dan Turmudzi)
Fenomena yang akhir-akhir ini terjadi, tidak lain karena kita lalai dalam menyodorkan shalat sebagai alternatif terbaik untuk menenteramkan jiwa. Pada saat dunia sedang gelisah seperti sekarang, orang pada sibuk mencari ketenangan. Dengan segala cara mereka ingin dapatkan. Tak peduli harus lari ke kuil atau pertapaan-pertapaan sepi. Tak peduli harus pergi ke hutan sendirian, pokoknya dapat menentramkan hati. Alangkah idealnya bila kita segera memberi jawab atas keresahan ummat ini. Kita sodorkan alternatif satu-satunya yang dapat menghilangkan stres dan tekanan jiwa itu.

D. Pokok-Pokok Edukasi Dalam Shalat
Pokok-pokok edukasi yang harus diberikan kepada anak berkaitan dengan masalah shalat adalah sebagai berikut:
- Ilmu tentang syarat sahnya shalat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya.
- Tata cara pelaksanaanya dari takbiratul ihram hingga salam, meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan dzikir-dzikirnya, jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir.
- Sifat-sifat gerakan, seperti sifat tangan atau jari-jari tangan ketika takbiratul ihram atau ketika posisi yang lainnya, apakah dengan menggenggam jari-jari atau dengan membuka dan rapat, ataukah membuka dengan merenggangkan jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke bawah.
- Sifat bacaannya, antara yang sir dan yang jahr, juga panjang pendeknya suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan tangan ketika takbiratul ihram apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru sampai ke bahu dan daun telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan bacaan-bacaannya.
- Mengajarkan yang shahih dari Rasulullah SAW dan meninggalkan yang tidak shahih.
- Mengajarkan nama-nama shalat dan waktu-waktunya serta bilangan raka’atnya.
- Mengajarkan tata cara berpakaian yang wajar di dalam shalat.
- Menanamkan akidah ( keyakinan ) bahwa orang yang shalat itu sedang menghadap Allah SWT. Maka, apabila kita menghadap kepala desa atau orang kaya saja tidak boleh bermain-main, tentunya menghadap Allah, Sang Penguasa langit dan bumi dan seluruh alam semesta, lebih sangat tidak layak untuk bermain-main.
- Mengajarkan syarat syahnya shalat yang paling utama, yaitu thaharah dan berwudhu, hal ini meliputi:
a. Tata cara membersihkan najis tinja dan kencing sehingga benar-benar suci dan tidak membawa najis dalam shalat. Mengenalkan kepada mereka benda-benda yang najis agar mereka jauhi, terutama ketika shalat.
b. Mengajarkan tata cara berwudhu, dzikir sebelum dan sesudahnya, tata cara penggunaan air yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, tidak boleh boros sekalipun banyak air, urut-urutannya dan bilangan-bilangannya.
c. Tata cara membasuh, apakah membasuh dengan menyiramkan air ataukah cukup dengan mengusap tanpa menyiramkan air. Juga menjelaskan tentang sifat membasuh dan mengusap.
d. Mengajarkan kepada mereka anggota-anggota wudhu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, apakah yang penting anggota wudhu tersebut terkena air sehingga cukup dicelupkan ke dalam air ataukah harus diusap da diratakan dengan tangan.
e. Mengajarkan kepada mereka batas-baras anggota wudhu, dari mana hingga ke mana.
f. Mengajarkan kepada mereka tata cara adzan dan iqamat, lafazh-lafazhnya dan bagaimana menjawab jika mendengar adzan dan do’a sesudah adzan bagi yang mendengar. Juga tentang tata cara melafadhkannya.
g. Mengajarkan kepada mereka tentang batas-batas aurat dalam shalat, sebab aurat itu ada 2: aurat yang berkaitan dengan pandangan mata dan aurat yang berkaitan dengan hak Allah. Atau dengan istilah lain, berbeda antara aurat di luar shalat dengan aurat di dalam shalat. Contoh, anak kecil yang belum baligh tidak ada auratnya sehubungan dengan pandangan mata, meski begitu ia tidak boleh menunaikan shalat dalam keadaan telanjang. Nabi SAW bersabda:
“ Janganlah salah seorang diantara kalian melakukan shalat dengan mengenakan satu pakaian saja, yang ( dengan begitu ) kedua pundaknya tidak tertutup “ HR.Bukhari dan muslim
Sabda Rasulullah SAW lainnya:
“ Allah tidak menerima shalat wanita yang telah baligh kecuali dengan penutup kepala” Shahih Abu Dawud dan Tirmizi
E. Shalat Bermanfaat Untuk Kesehatan
Shalat ternyata tidak hanya menjadi amalan utama di akhirat nanti, tetapi gerakan-gerakan shalat paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Bahkan dari sudut medis, shalat adalah gudang obat dari berbagai jenis pnyakit.

Allah, Sang Maha Pencipta, tahu persis apa yang sangat dibutuhkan oleh ciptaanNya, khususnya manusia. Semua perintahNya tidak hanya bernilai ketakwaan, tetapi juga mempunyai manfaat besar bagi tubuh manusia itu sendiri. Misalnya, puasa, perintah Allah di rukun Islam ketiga ini sangat diakui manfaatnya oleh para medis dan ilmuwan dunia barat. Mereka pun serta merta ikut berpuasa untuk kesehatan diri dan pasien mereka.
Begitu pula dengan shalat. Ibadah shalat merupakan ibadah yang paling tepat untuk metabolisme dan tekstur tubuh manusia. Gerakan-gerakan di dalam shalat pun mempunyai manfaat masing-masing. Misalnya:
TakbiratulIhram
Berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar tlinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah. Gerakan ini bermanfaat untuk melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancer ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancer. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya padatubuhbagianatas.


Ruku’
Ruku’ yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang. Gerakan ini bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi serta fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk merelaksasikan otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah sarana latihan bagi kemih sehingga gangguan prostate dapat dicegah.

I’tidal
Bangun dari ruku’, tubuh kembali tegak setelah mengangkat kedua tangan setinggi telinga. I’tidal merupakan variasi dari postur setelah ruku’ dan sebelum sujud. Gerakan ini bermanfaat sebagai latihan yang baik bagi organ-organ pencernaan. Pada saat I’tidal dilakukan, organ-organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Tentu memberi efek melancarkan pencernaan.

Sujud
Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai. Posisi sujud berguna untuk memompa getah bening ke bagian leher dan ketiak. Posis jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya lakukan sujud dengan tuma’ninah, tidak tergesa-gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Posisi seperti ini menghindarkan seseorang dari gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik ruku’ maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

Duduk di antara sujud
Duduk setelah sujud terdiri dari dua macam yaitu iftirosy (tahiyat awal) dan tawarru’ (tahiyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki. pada saat iftirosy, tubuh bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan saraf nervus Ischiadius. Posisi ini mampu menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarru’ sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (uretra), kelenjar kelamin pria (prostate) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar, posisi seperti ini mampu mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarru’ menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

Salam
Gerakan memutar kepala ke kanan dank e kiri secara maksimal. Salam bermanfaat untuk bermanfaat untuk merelaksasikan otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala sehingga mencegah sakit kepala serta menjaga kekencangan kulit wajah.
Gerakan sujud tergolong unik. Sujud memiliki falsafah bahwa manusia meneundukkan diri serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang di dalami Prof. Soleh, gerakan ini mengantarkan manusia pada derajat setinggi-tingginya. Mengapa?
Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan oksigen. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yang memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tuma’ninah dan kontinu dapat memicu peningkatan kecerdasan seseorang.
Setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal. Darah tidk akan memasuki urat saraf di dalam otak melainkan ketika seseorang sujud dalam shalat. Urat saraf tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini berarti, darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikuti waktu shalat, sebagaimana yang telah diwajibkan dalam Islam. Riset di atas telah mendapat pengakuan dari Harvard University, Amerika Serikat. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan diri masuk Islam setelah diamdiam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud. Di samping itu, gerakan-gerakan dalam shalat sekilas mirip gerakan yoga ataupun peregangan (stretching). Intinya, berguna untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan shalat dibandingkan gerakan lainnya adalah di dalam shalat kita lebih banyak menggerakkan anggota tubuh, termasuk jari-jari kaki dan tangan.
Sujud adalah latihan kekuatan otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.
Masih dalam posisi sujud, manfaat lain yang bisa dinikmati kaum hawa adalah otot-otot perut (rectus abdominis dan obliqus abdominis externus) berkontraksi penuh saat pinggul serta pinggang terangkat melampaui kepala dan dada. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam dan lebih lama yang membantu dalam proses persalinan. Karena di dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami, otot ini justru menjadi elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan dan mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).
Setelah melakukan sujud, kita melakukan gerakan duduk. Dalam shalat terdapat dua jenis duduk: iftirosy (tahiyat awal) dan tawaru’ (tahiyat akhir). Hal terpenting adalah turut berkontraksinya otot-otot daerah perineum. Bagi wanita, di daerah ini terdapat tiga liang yaitu liang persenggamaan, dubur untuk melepas kotoran, dan saluran kemih. Saat tawarru’, tumit kaki kiri harus menekan daerah perineum. Punggung kaki harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki kanan harus menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.
Pada dasarnya, seluruh gerakan shalat bertujuan meremajakan tubuh. Jika tubuh lentur, kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan secara rutin, maka sel-sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun berlangsung dengan lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar.



~IR~












Selasa, 13 Oktober 2009

Seminar

Pembicara dalam seminar adalah Bapak Jansen H. Sinamo. Pada acara tersebut Guru Etos Indonesia tersebut menitikberatkan 8 etos sebagai nilai-nilai yang dianut sebelum menjadi pekerja professional. 8 etos tersebut adalah :
1. Kerja adalah rahmat : aku bekerja ikhlas penuh kebersyukuran
2. Kerja adalah amanah : aku bekerja benar penuh tanggung jawab
3. Kerja adalah Panggilan : aku bekerja tuntas penuh kejujuran
4. Kerja adalah Aktualisasi : aku bekerja keras penuh semangat
5. Kerja adalah ibadah : aku bekerja serius penuh kecintaan
6. Kerja adalah seni : aku bekerja cerdas penuh kreativitas
7. Kerja adalah kehormatan : aku bekerja tekun penuh keunggulan
8. Kerja adalah pelayanan : aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati.

Jumat, 09 Oktober 2009

secuil sejarah Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien

1. Riwayat Hidup

Melihat riwayat Aceh tidak bisa dipisahkan dari kisah perang yang terus ada di daerah ini. Kisah ini dimulai dari Perang Aceh, disusul dengan pendudukan Jepang, kemudian perang mempertahankan kemerdekaan, Peristiwa Cumbok, Kasus DI/TII Aceh, G 30/S, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), terakhir status Aceh sebagai Daerah Darurat Militer (Sardono W. Kusumo (ed.), 2005: 2).

Meski setiap kasus perang menyisakan kisah tersendiri, tanpa mengecilkan perang yang lain, Perang Aceh (26 Maret 1873-1950) merupakan perang dengan tingkat heroisme luar biasa. Pertama, perang ini merupakan perang terlama yang harus dihadapi Belanda di Hindia Belanda (30 tahun lebih). Kedua, Perang Aceh telah melahirkan tokoh-tokoh besar dalam panggung perlawanan

terhadap kolonialisme di Hinda Belanda. Cut Nyak Dhien salah satunya.

Dhien hidup di waktu yang sama dengan Alexandrina Victoria, Ratu Britania Raya. Dhien juga lahir ketika perang saudara tengah melanda Aceh. Perang yang melibatkan dua kubu di wilayah VI Mukim dan Meuraksa. Perang akhirnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan hingga maut menjemput usia. Abdul Haris Nasution, Jenderal Besar Indonesia menyebut Dhien sebagai Ibu Gerilya Indonesia yang berperang sampai tenaga terakhir (Petrik Matanasi (ed.), 2008: 8).

Dilihat dari garis keturunannya, Dhien termasuk dalam Bangsawan Aceh. Ayahnya Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang, sekaligus keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke-18, dimana Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Sedang Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar (Petrik Matanasi (ed.), 2008: 8).

Hidup sebagai bangsawan tidak selamanya dirasakan Dhien. Dhien hanya merasakan kenikmatan ini ketika dia lahir pada 1848 di Lampadang, Aceh Besar hingga menikah pada 1862. 11 tahun pasca pernikahannya dengan suami pertama Teuku Ibrahim Lamnga putra dari uleebalang Lamnga XIII, pecahlah Perang Aceh pada 26 Maret 1873. Ketika Perang Aceh ini meletus, seruan jihad langsung melanda seantero Aceh. Praktis sang suamipun harus meninggalkan Dhien untuk berjihad.

Sepeninggal sang suami, hidup Dhien senantiasa dilanda kekhawatiran. Bayangan syahidnya Teuku Ibrahim Lamnga tidak pernah absen mengisi pikiran wanita yang menikah di usia 12 tahun ini. Kekhawatiran tersebut akhirnya menjadi kenyataan ketika Teuku Ibrahim Lamnga benar-benar syahid pada 29 Juni 1878 di Sela Glee Tarum. Sepeninggal sang suami, kini Dhien harus hidup berdua dengan anak pertamanya.

Dari kematian suami pertamanya inilah, Dhien bersumpah untuk melanjutkan perjuangan sang suami. Dhien pun menyatakan bahwa dia hanya akan menikahi pria yang bisa menyalurkan sumpahnya ini. Bisa dikatakan, api pemantik terjunnya Dhien di Perang Aceh bermula dari motivasi pribadinya atas kematian sang suami. Sebuah motivasi yang dibayar mahal oleh Dhien dengan nyawanya.

Pernikahan kedua akhirnya dilakukan oleh Dhien. Pria yang menjadi pendamping Dhien ini bernamaTeuku Umar. Pernikahan dilangsungkan pada 1987. Menikahnya Dhien dan Umar berarti pula terjalin ikatan kuat antara kedua pemimpin perjuangan Aceh. Pernikahan ini sekaligus memberikan andil untuk meningkatkan moral moral pasukan perlawanan Aceh. Keduanya bahu-membahu bertempur melawan Belanda,

Cut Nyak Dhien terjun ke medan pertempuran bersama suami barunya, Teuku Umar. Bersatunya kedua pemimpin perlawanan ini sempat mengejutkan Belanda di Kutaradja (Banda Aceh). Sepakterjang keduanya membuahkan hasil dengan direbutnya kembali daerah VI Mukim dari tangan Belanda. Dhien kini bisa pulang ke kampung halamannya untuk membangun rumah tangganya di Lampisang. Rumahnya ini sekaligus menjadi markas tempat pertemuan para tokoh pejuang dan alim ulama dalam mengobarkan semangat Prang Sabi.

Dhien juga sukses meredam prasangka buruk dari rekan seperjuangan ketika Umar bersama 250 pejuang Aceh membelot ke Belanda pada 30 September 1893. Dhien meyakinkan pada pejuang lainnya seperti Cut Meutia bahwa Umar hanya menjalankan taktik perang. Keyakinan Dhien terbukti ketika Umar kembali ke kubu pejuang Aceh. Kembalinya Umar ini disertai pula dengan bertambahnya perlengkapan perang karena Umar sukses menipu Belanda dengan meminta banyak perlengkapan perang. Praktis kekuatan pasukan Aceh menjadi lebih ampuh, terutama di sektor Aceh Barat. Peristiwa ini dikenal dengan Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).

2. Perjuangan

a. Peran Wanita Aceh

Peran para wanita Aceh dalam Perang Aceh sungguh luar biasa. Dhien membuktikan peran ini dengan menggadaikan seluruh hidup, kebebasan, kemerdekaan, hingga nyawanya untuk tanah air tercinta. Kematian sang suami hanya awal bagi srikandi Aceh ini. Belanda telah membangunkan api kesumat Dhien.

Dhien sebagaimana wanita Aceh lainnya, mempunyai satu sifat serupa, pantang menyerah. Sifat ini telah dibuktikan para wanita Aceh sejak lama. Sebagai pendamping suami –jika telah menikah – wanita Aceh juga pemikul tanggungjawab suami jika perang mengharuskan kaum laki-laki pergi jihad. “Wanita adalah penjaga nyawa Aceh,” demikian kata mantan Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan (Liza Fathiariani & Asrizal Luthfi, “Menanti Cut Nyak Dhien Baru,” id.acehinstitute.org).


Figur seorang wanita Aceh

Sikap wanita Aceh ini ternyata terbentuk karena pengaruh Islam yang sangat kuat. Dalil-dalil Islam dijadikan landasan bagi kaum wanita dalam menentukan sikap. Sejak masa Kerajaan Islam Perlak,Samudera Pasai, hingga Aceh Darussalam, Islam telah diambil menjadi dasar negara dan sumber hukumnya, yaitu Al-Qur‘an, Sunnah, Ijma‘, dan Qiyas. Berdasarkan hukum inilah, wanita Aceh melandaskan segala tindakannya, termasuk dalam keadaan perang sekalipun.

Dalam masalah jihad atau perang menurut Islam, kewajiban pria dan wanita sama, artinya sama-sama wajib berjihad untuk menegakkan Agama Allah dan membela tanah air. Landasan ini sesuai dengan hadist:

“ ..... Menurut sebuah Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dari seorang sahabat wanita yang mengatakan: “Kami pergi berperang bersama Rasul Allah, di mana antara lain tugas kami menyediakan makan dan minum bagi para prajurit; mengembalikan anggota tentara yang syahid ke Madinah‘.” (Al Hadist riwayat Bukhari)

“ ..... Seorang sahabat wanita lain berkata: ‘ Kami ikut perang bersama Rasul Allah sampai tujuh kali, di mana kami merawat prajurityang luka, menyediakan makanan dan minuman bagi mereka‘.” (Al Hadist riwayat Bukhari) (A. Hasjmy, 59 Tahun Aceh Merdeka Di Bawah Pemerintahan Ratu, 1977: 23.

Dasar inilah yang melandasi tekad juang Cut Nyak Dhien dan wanita Aceh lainnya untuk turut serta dalam Perang Aceh yang mereka anggap sebagai jihad.

Di Perang Aceh inilah, kemampuan wanita Aceh tidak kalah jika dibandingkan dengan kaum pria. Kemampuan wanita untuk memimpin, menyusun taktik, hingga turut serta ke medan perang, telah dibuktikan dengan sejumlah prestasi gemilang. Cut Nyak Dhien sendiri juga membuktikan hal ini dengan naik sebagai pemimpin perlawanan sepeninggal suami keduanya, Teuku Umar yang dinikahi pada 1878 (Petrik Matanasi (ed.), 2008: 25).

Gambaran heroisme wanita Aceh dalam Perang Aceh sempat dituliskan oleh seorang Eropa bernama H.C. Zentgraaff. Dalam Perang Aceh, Zentgraaff mencatat dengan detail bagaimana wanita Aceh tetap bertindak sebagai pihak yang tidak mau berkompromi dengan Belanda. Sebagaimana kaum lelaki yang mengangkat senjata, wanita Aceh juga berperang dengan jiwa dan raganya.

Zentgraaff menuliskan bahwa:

“Wanita-wanita Aceh yang gagah dan berani merupakan perwujudan lahiriah dari dendam kesumat yang paling pahit ... perwujudan jasmaniah watak yang tak kenal menyerah yang setinggi-tingginya, dan apabila mereka ikut bertempur, maka dilakukannya dengan energi serta semangat berani mati, yang kebanyakan lebih dari kaum lelakinya. Wanita Aceh adalah pemikul beban dendam yang membara sampai ke tepi lubang kuburnya, dan sudah di depan maut sekalipun, dia masih berani meludahi muka si Kaphe (Sebutan kafir atau kafeer dalam Bahasa Aceh). Tidak seorang pengarang cerita roman pun, dapat membuahkan karangan dengan daya fantasi yang berkhayal setinggi apapun dalam bidang ini, dibandingkan dengan kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi” (H.C. Zentgraaff, 1982/1983: 74).

Pernyataan Zentgraaff juga dibuktikan oleh Dhien. Dirinya tidak rela menyerah meski penyakit encok mendera tubuhnya dan matanya nyaris buta. Di akhir petualangan Dhien dalam melakukan perlawanan, dia sempat mencabut rencong sebagai tanda pantang menyerah.

Heroisme yang ditunjukkan oleh Dhien juga ditulis oleh Zentgraaff. Dia kembali menulis tentang perlawanan Dhien sebagai salah satu anak bangsa Aceh. Menurut Zentgraaff:

“ ..... Bahwa tidak ada bangsa yang lebih pemberani perang serta fanatik, dibandingkan dengan bangsa Aceh; dan kaum wanita Aceh, melebihi kaum wanita bangsa-bangsa lainnya, dalam keberanian dan tidak gentar mati. Bahkan merekapun melampaui kaum lelaki Aceh yang sudah dikenal bukanlah lelaki lemah, dalam mempertahankan cita-cita bangsa dan agama mereka” (H.C. Zentgraaff, 1982/1983: 95)

Inilah frame Zentgraaff untuk memaknai arti wanita Aceh. Kesimpulan dari analisis Zentgraaff terpolarisasi dengan penyebutan para wanita Aceh sebagai “de leidster van het verzet” (pemimpin perlawanan) dan “grandes dames” (wanita-wanita besar).

b. Perjuangan Cut Nyak Dhien

Pecahnya Perang Aceh merupakan akibat dari buntunya proses diplomasi antara Sultan Kerajaan AcehDarussalam dengan Komisaris Pemerintah Belanda, Niuwenhuijzen. Belanda akhirnya mengirimkan surat “pernyataan perang” kepada Kerajaan Aceh Darussalam tertanggal 26 Maret 1873. Surat ini sampai kepada Sultan Aceh pada 1 April 1873.

Isi surat pada intinya adalah pernyataan Pemerintah Hindia Belanda yang berkewajiban untuk memelihara kepentingan umum atas perniagaan dan pelayaran di Kepulauan Hindia Timur. Niuwenhuijzen berdalih bahwa pemberitahuan kepada Sultan Aceh telah disampaikan pada 22 dan 24 Maret 1873. Tapi Belanda mengklaim bahwa pemberitahuan ini tidak mendapat respon dari pihak Sultan Aceh.

Belanda mengambil kesimpulan bahwa Sultan Aceh menantang Pemerintah Hindia Belanda. Atas dasar sikap ini pula, Belanda menuduh Sultan Aceh telah melanggar perjanjian yang mengikat antara Kerajaan Aceh dengan pihak Gubernemen Hindia Belanda pada 30 Maret 1857, tentang perniagaan, perdamaian, dan persahabatan. Belanda akhirnya memaklumatkan “pernyataan perang” terhadap Kerajaan Aceh Darussalam.

Perang terjadi tepat ketika Mayor Jenderal Kohler memimpin ekspedisi pertama untuk menaklukkan Aceh pada 5 April 1873. Pasukan Kohler ini berkekuatan 168 perwira dan 3.800 serdadu Belanda sewaan (A. Hasjmy, Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi Belanda, 1977: 33). Masuknya Pasukan Kohler membuat rakyat Aceh bersiap menghadapi perang, termasuk Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertama dari Cut Nyak Dhien. Beliau merupakan tokoh pejuang di daerah Mukim VI.

Bersama Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah, Teuku Ibrahim Lamnga bertekad mempertahankan setiap jengkal tanah Aceh dari serbuan Belanda. Aktifnya Teuku Ibrahim Lamnga ke garis depan membuat suami-istri ini harus berpisah. Di sinilah perjuangan Cut Nyak Dhien yang pertama dimulai. Fungsi perlawanan bagi Dhien adalah memberikan semangat juang pada sang suami kala pulang. Kondisi inilah yang menempa jiwa-raga Cut Nyak Dhien. Sebuah kondisi yang akan terus dijalani di sisa waktunya.

Pada 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Kohler dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman serta membakarnya. Melihat aksi brutal ini, Cut Nyak Dhien dengan lantang berkata:

“Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu masjid kita dibakarnya! Mereka Menentang Allah, tempatmu beribadah dibakarnya! Nama Allah dicemarkan! Camkan itu! Janganlah kita melupakan budi si kaphe yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kaphe serupa? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?” (Petrik Matanasi (ed), 2008: 25)


Masjid Agung yang Dibangun dengan Biaya Besar. Masjid ini Kemudian Dibakar Belanda Saat Perang Aceh

Pembakaran Masjid Raya Baiturrahman ternyata harus dibayar mahal oleh Kohler. Pada ekspedisi pertama ini, Kohler tewas. Dia tertembak pada 15 April 1873. (A. Hasjmy, Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi Belanda, 1977: 33). Jenasah Kohler sempat dilarikan ke Kapal “Citadel van Antwerpen”. Tewasnya Kohler berarti menandakan berakhirnya ekspedisi pertama Belanda ke Aceh.

Gagalnya ekspedisi pertama membuat Belanda semakin penasaran dengan Aceh. Akhirnya Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Loudon, mengangkat Letnan Jenderal J. van Swieten menjadi Panglima Agresi kedua tentara Belanda merangkap Komisaris Pemerintah Belanda untuk Aceh (Mohammad Said, 1961: 435-436). Atas pengangkatan ini, pada 6 November 1873 berangkatlah Letnan Jenderal J. van Swieten ke Aceh. Ekspedisi kedua ini berkekuatan 60 kapal perang yang dilengkapi dengan 206 meriam, 22 mortir, 389 perwira, 7.888 serdadu biasa, 32 perwira dokter, 3.565 orang hukuman laki-laki yang dipaksa untuk berperang, 243 orang hukuman perempuan, pastor, guru agama, kaki-tangan Belanda seperti Sidi Tahil, Datok Setia Abuhasan, Mas Sumo Widikdjo, Mohammad Arsyad, Ke Beng Swie, Pie Auw, Josee Massang, Li Bieng Tjhet, Tjo Gee, Si Diman, Ramasamy, Si Kitab, Ameran, Malela, dan Said Muhammad bin Abdurrahman Maysore. (Mohammad Said, 1961: 437-439)

Pada 28 November 1873 ekspedisi kedua di bawah Swieten mendarat di pelabuhan Aceh. Setelah mendarat, daerah demi daerah berhasil dikuasai Belanda, seperti Pantai Kuala Lue pada 9 Desember 1873; Kuala Gigieng; Kuala Aceh; Peunayong; Gampong Jawa; hingga Istana Kerajaan dan Ibukota Negara Banda Aceh. (A. Hasjmy, Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi Belanda, 1977: 37)

Dalam ekspedisi kedua inilah suami pertama Cut Nyak Dhien, Teungku Ibrahim Lamnga syahid di Sela Glee Tarum pada 29 Juni 1878. Mengatahui suaminya syahid, Cut Nyak Dhien bersumpah untuk bertaruh nyawa, berperang melawan Belanda. Dhien juga bersumpah tidak akan menikah kecuali dengan pria yang bisa memberikan keleluasaan baginya untuk turut berjuang.

Lelaki itu akhirnya datang juga. Namanya Teuku Umar. Putra dari Teuku Muhammad . Awalnya Cut Nyak Dhien menolak menerima lamaran dari Teuku Umar. Tapi kemudian Cut Nyak Dhien menerima setelah Teuku Umar sanggup untuk mengijinkan Cut Nyak Dhien ikut serta dalam berjihad. Pernikahanpun akhirnya dilangsungkan pada 1987.

Dwi tunggal ini kemudian bahu membahu berjihad melawan Belanda. Bersama Teuku Umar, Dhien melancarkan aksi di Krueng. Tidak hanya di Krueng, dwi tunggal ini juga sukses membebaskan daerah-daerah yang semula dikuasai Belanda. Bagi Teuku Umar, Cut Nyak Dhienlah inspirator bagi keberhasilan jihadnya selama ini. Anggapan ini turut pula dikuatkan oleh Jenderal J.B. van Heutz, bahwa Cut Nyak Dhien adalah “otak” dari Teuku Umar yang terkenal licin oleh petinggi militer Belanda di Aceh. (Petrik Matanasi (ed.), 2008: 26)

Suatu ketika Cut Nyak Dhien dan laskarnya bermukim di daerah Montasik. Tapi malang, kepada Mukim di daerah ini menyerah pada Belanda. Akibat dari penyerahan ini, Cut Nyak Dhien harus berpindah tempat. Pada saat inilah, Cut Nyak Dhien melahirkan putri hasil pernikahannya dengan Teuku Umar. Nama bayi itu Cut Gambang. Meski sedang dalam keadaan hamil tua dan kemudian melahirkan, Dhien tetap berjuang bagi bangsanya. Sedang Teuku Umar seringkali harus berpisah dari istri tercinta.

Perpisahan yang kedua harus dialami Cut Nyak Dhien. Kali ini menimpa pada Teuku Umar, suami keduanya. Dalam suatu serangan di Meulaboh pada 11 Februari 1899, Teuku Umar tertembak Belanda. Dengan sabar, tawakal, serta tabah, Cut Nyak Dhien menerima kabar buruk ini. Bahkan dihadapan putri semata wayangnya, Cut Nyak Dhien memberikan pesan: “Wanita Aceh pantang meneteskan air mata untuk seseorang yang mati syahid.” (Ungkapan ini bisa dilihat dalam dialog Film “Tjoet Nja‘ Dhien”: 1988)

Sepeninggal Teuku Umar, Cut Nyak Dhien tetap melanjutkan perang. Dhien memimpin perang di sektor pertahanan Aceh Besar dan Aceh Barat. Dhien lebih memilih berperang daripada menyerah kepada Belanda, meski keadaannya sangat memprihatinkan. Pada awalnya laskar yang dipimpin Cut Nyak Dhien masih cukup banyak. Tapi lama kelamaan, jumlah ini menyusut juga. Ditambah kondisi alam, persediaan makanan, dan kesehatan Dhien yang terus memburuk.

Dhien menjadi kelihatan bertambah tua melebihi umur sebenarnya. Dia tetap bertahan dengan tabah dan tidak henti-hentinya mengobarkan semangat Prang Sabi pada para pengikutnya. Iman kuat menjadi pertaruhan besar dalam situasi yang sekarang mereka hadapi. Hanya ada dua pilihan, takluk pada Belanda dan mendapat kemewahan atau tetap menderita demi Aceh yang merdeka.

Meski semangat dalam tubuh Dhien tetap menyala, tapi fisik Dhien tidak bisa menipu. Lambat laun fisik wanita tua ini sampai batasnya. Dhien menderita rabun yang mengarah pada kebutaan. Tubuhnya juga mulai terkena penyakit encok yang parah. Saat itu usianya sudah kepala lima.

Dhien juga sering menderita kelaparan di dalam hutan, sementara patroli Belanda tidak henti-hentinya terus mengejar tempat persembunyian Dhien. Pernah suatu kali selama berminggu-minggu Dhien dan laskarnya tidak menjumpai nasi sebagai makanan pokok dan harus makan bonggol pisang hutan yang direbus. (Zentgraaff, 1982/1983: 97)


Cut Nyak Dhien dan Pengikutnya

Melihat keadaan Cut Nyak Dhien yang semakin parah, tangan kanan Cut Nyak Dhien bernama Pang Laot menawarkan pada Dhien untuk menyerah. Sebenarnya tawaran Pang Laot ini semata-mata adalah sikap tidak tega melihat pemimpinnya harus mengalami penderitaan tersebut. Padahal sebenarnya Dhien adalah keturunan bangsawan terpandang. Tapi saran Pang Laot ditolak oleh Dhien. Meski demikian, tanpa sepengetahuan Dhien, Pang Laot menyusun siasat untuk membocorkan tempat persembuyian Cut Nyak Dhien kepada Belanda.

Pang Laot akhirnya menemui Veltman, seorang pemimpin pasukan Belanda. Kedua belah kubu ini kemudian dijalin suatu perundingan utuk menyerahkan Cut Nyak Dhien. Pang Laot bersedia menyerahkan Dhien dengan syarat, Cut Nyak Dhien tidak mendapat hukuman pengasingan setelah ditangkap nantinya. Dhien tidak boleh keluar dari Tanah Rencong. Syarat kedua, Dhien harus diperlakukan secara baik-baik, sebagaimana layaknya orang terhormat. Penyakitnya harus diobati. Veltman setuju dengan syarat ini.


Van Daalen dengan Veltman yang Berada di Sebelah Kirinya

Atas petunjuk Pang Laot dibawalah pasukan Belanda yang dipimpin Letnan van Vureen ke tempat persembunyian Cut Nyak Dhien. Di tengah hujan lebat, tempat persembunyian Dhien di Babah Krueng Manggeng, Aceh Barat dikepung pasukan Belanda. Meski nyaris tidak bisa berjalan dan mata yang nyaris buta, Dhien tetap melakukan perlawanan terakhir dengan menghunus rencong menantang pasukan Belanda. Tapi usaha ini tidak berarti banyak. Dhien akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.

Meski tertangkap, Belanda secara sadar telah mengakui bahwa Dhien wanita luar biasa. Meski tenaga Dhien telah banyak berkurang tapi daya juangnya sangat luar biasa hingga lanjut usia. Bahkan Belanda mengakui bahwa sebenarnya selama ini di Negeri Belanda sendiri belum pernah mempunyai seorangpun pejuang pahlawan wanita yang hebat seperti Cut Nyak Dhien.

Di Banda Aceh Cut Nyak Dhien diperlakukan dengan terhormat. Penyakitnya disembuhkan, dan boleh menerima tamu. Ternyata animo rakyat Aceh sangat besar melihat pemimpin mereka ada di Banda Aceh. Beramai-ramai orang Aceh datang menjenguk Dhien. Penguasa setempat menjadi khawatir benih perlawanan kembali bersemi.

Timbullah sebuah keputusan untuk mencabut Dhien dari “akar perjuangan” dan hukuman pengasingan dikenakan pada Dhien. Belanda mengingkari janji. Atas keputusan Gubernur Jenderal van Daalen, Dhien diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat ini Belanda menutup identitas Dhien, sehingga masyarakat sekitar tidak tahu jika yang diasingkan di Sumedang ini adalah pemimpin perjuangan dari Aceh. Dhien dikenal sebagai Ibu Perbu (Ibu Ratu).

Di Sumedang Dhien tetap berjuang dalam bidang agama. Dia mengajari anak-anak Sumedang belajar mengaji. Dhien sangat hafal Al-Qur‘an dan dari hafalan inilah Dhien mengajarkan ajaran agama. Meski matanya nyaris buta tapi semangatnya tidak pernah pupus. Dhien tetap berkarya demi bangsanya. Dia adalah pelita.

Akhirnya srikandi Aceh ini harus pasrah pada nasibnya. Dhien meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat. (Perempuan Aceh Berhati Baja,www.tokohindonesia.com)


Makam Cut Nyak Dhien

3. Karya

Cut Nyak Dhien merupakan sosok wanita yang sanggup memimpin sebuah laskar perang. Dia sanggup mengemban tugas yang ditinggalkan sang suami, Teuku Umar. Dhien juga sosok yang berpengaruh kuat atas sepakterjang Teuku Umar. Seperti dikatakan Jenderal J.B. van Heutz, bahwa Cut Nyak Dhien adalah “otak” dari Teuku Umar yang terkenal licin oleh petinggi militer Belanda di Aceh. (Petrik Matanasi (ed.), 2008: 26).

Sosok Dhien hingga kini dijadikan cerminan bagi wanita, terutama Aceh. Sosok wanita Aceh yang dulu sangat dihormati dan dikagumi oleh Zentgraaff, dibuktikan dengan sempurna oleh Dhien sampai akhir hanyatnya.

4. Penghargaan


Perangko Cut Nyak Dhien


Rumah Cut Nyak Dhien


Uang Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964pada 2 Mei 1964. Nama Cut Nyak Dien diabadikan sebagai nama salah satu kapal perang Angkatan Laut Indonesia, KRI Cut Nyak Dhien. Mata uang rupiah yang bernilai sebesar Rp. 10.000,00 yang dikeluarkan tahun 1998 memuat gambar Cut Nyak Dhien dengan deskripsi Tjoet Njak Dhien. Prangko Seri Pahlawan Nasional Cut Nyak Dhien diterbitkan dalam rangka mengenang 100 tahun meninggalnya pejuang wanita Aceh yang gagah berani tersebut pada 6 November 1908. Nama Cut Nyak Dhien juga diabadikan sebagai bandar udara di Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam dengan nama Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya. Rumah Cut Nyak Dhien di Lampisang dipugar pada 1981 dan ditetapkan sebagai bangunan bersejarah. Selain itu rumah tempat Cut Nyak Dhien diasingkan di Desa Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang, Jawa Barat, kini dijadikan museum. (www.kompas.com, 7 November 2008). Sebuah masjid Aceh kecil didirikan di dekat makamnya untuk mengenangnya. Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota di Indonesia.

(Tunggul Tauladan/tkh/01/06-2009)

Referensi

Buku

A. Hasjmy, 59 Tahun Aceh Merdeka Di Bawah Pemerintahan Ratu, Jakarta: Bulan Bintang, 1977

A. Hasjmy, Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

H.C. Zentgraaff, Aceh, (a.b.) Firdaus Burhan, Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1982/1983.

Mohammad Said, Atjeh Sepandjang Abad, Medan: 1961.

Petrik Matanasi (ed.), 7 Ibu Bangsa, Jakarta: Rahzenbook, 2008

Sardono W. Kusumo (ed.), Aceh Kembali ke Masa Depan, Jakarta: IKJ Press bekerjasama dengan KataKita, 2005

Artikel

  • ....., “Perempuan Aceh Berhati Baja,” tersedia di www.tokohindonesia.com, diakses pada 1 Juni 2009
  • ….., “Ahli Waris Rela Rumah Pengasingan Cut Nyak Dhien Jadi Museum,” tersedia diwww.kompas.com, 7 November 2008, diakses pada 1 juni 2009
  • Liza Fathiariani & Asrizal Luthfi, “Menanti Cut Nyak Dhien Baru,” tersedia di www.id.acehinstitute.org, diakses pada 1 Juni 2009

Film

  • Judul : Tjoet Nja‘ Dhien
  • Sutradara : Eros Djarot
  • Pemeran : Christie Hakim sebagai Tjoet Nja‘ Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar, Rudy Wowor sebagai Veltman
  • Produksi : 1988

Sumber Foto:

PENGUMUMAN PENTING

untuk pengumuman Peserta PPAKP Angkatan II di medan tahun 2009 sudah bisa di lihat di......................(maaf belum ada)

detiknews - detiknews

KOMPAS.com

Hasil Konvirmasi dengan Pejabat Perbendaharaan Negara di Jakarta

Saya menanyakan maslah inventaris yang dibeli dengan dana BOS kepada siapapun saya menanyakan tidak bisa menjawab dan kalau pun menjawab hannya mencoba-coba untuk memberikan jawaban dia yang memberikan jawaban pun tidak dapat dipertanggung jawabkan. oleh karena itu saya mengambil inisiatif untuk menanyakan langsung kepada Ibu endang ningrum yang bekerja di DEPKEU Negara RI di Jakarta.
Kronologisnya seperti ini :

Masalah yang di tanyakan

Satker kami memiliki barang inventaris yang belum dilaporkan ke dalam aplikasi BMN yaitu berupa leptop yang dibeli dengan dana BOS namun saya enggak tau barang ini saya masukkan kemana karena adanya SPM dan SP2D kalu saya masukkan memaluli pembelian BMN.Namun kalau dimasukkan melalui hibah tidak ada berita acara hibah, kalau di buat transfer lebih salah lagi karena barang itu dibeli sendiri. nah yang ingin saya konvirmasikan ke ibu, saya terpaksa memasukkan leptop itu kedalam Aplikasi BMN melalui Hibah Masuk dan pada kolom keterangannya saya buat pembelian dengan dana BOS.

Jawaban dari Ibu Endang Ningrum

Terima kasih atas pertanyaannya...
Kalau Bapak masukkan sebagai Hibah masuk itu juga keliru pak...karena hibah itu pengertiannya dari luar APBN...sementara ini kan dari Dana BOS...yang asalnya dari APBN.
Dari satker yang punya dana BOS biasanya dinas propinsi keluarnya dana itu (SPM/SP2D mareka) sebagai belanja 57 (bantuan Sosial)...dan bapak terima dalam bentuk uang kan...lalu bapak belanjakan untuk beli leptop. jadi dalam hal ini, bapak tetap harus mencatat sebagai perolehan yang dimasukkan melalui menu pembelian.
pada saat mengisi dalam SIMAK BMN melalui pembelian ini...kosongkan saja data SPM/SP2Dnya...yang penting bapak merekam harga PER ASET/PER SATUAN (berdasarkan kwitansi pembelian).
Kami di DEPKEU ini sudah mencoba kasus bapak ini disini, dan perekaman barang melalui menu pembelian dengan tidak mengisi data SPM/SP2D dapat dilakukan. yang penting nilai satuannya direkam dengan benar, sehingga data yang akan dikirimkan ke SAKPA tersebut benar, dan nilai leptop akan menambah neraca SAKPA pada perkiraan Peralatan dan Mesin.
demikian pak semoga dapat dipahami...kalo kurang jelas, silahkan hubungi saya lagi... (endang ningrum)


Cari Blog Ini

LAMBANG ACEH

LAMBANG ACEH
Singa dan Kilat (BURAQ)

bulan

bulan
bulan menyerupai huruf ijaiyah "ba"

Laman

SELAMAT HARI RAYA IDUL QURBAN 1430 H

Allahhu Akbar 3x Lailahaillallah huwallahhu akbar Allah Akbar Walillah Hilham.
Semoga lebaran ini akan menyenangkan hati awak semua dan menjadikan momentum Idil Adha ini sebagai ajang berkurban kepada Allah dan juga sebagai ajang silaturrahmi yang islami jangan dijadikan sebagai ajang memuaskan hawa nafsu yang selama ini sudah kita kekang dan berbuat ma'siat.sungguh sangat di sayangkan bila momen ini dijadikan sebagai ajang berbuat maksiat. Sesungguhnya, orang yang benar-benar beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal (Al Anfal: 2)

Pengikut

Buah Hati

Buah Hati
M. Arif Ghufran Besar

Buah Hati

Buah Hati
M.Razil Ghufran

Buah Hati

Buah Hati
M. Arif Ghufran Kecil